Quantcast
Channel: PEMILU – jakartasatu.com
Viewing all 1104 articles
Browse latest View live

Dibalik Cerita Kampanye Akbar Prabowo Sandi Di GBK Jakarta

$
0
0

Bagi pendukung pendukung #02 , kampanye 7 April 2019 di Stadion GBK (Gelora Bung Karno), bukan semata ajang kampanye belaka. Lebih dari itu, sebagian orang  yang hadir disana benar benar menyatu dan berharap akan sebuah perubahan. Perubahan keadaan yang lebih baik dari segala hal yang dijanjikan dan diharapkan oleh segenap masyarakat Indonesia, dan bukan simbol simbol belaka lebih berbhineka, pancasilais dan toleran.

Syafei (45 tahun), seorang sekuriti sebuah stasiun TV lokal dikawasan SCBD Jakarta sangat menyesal tidak bisa ikut bergabung dalam acara kampanye #02 karena dirinya harus bertugas jaga. Ia mengaku sangat mendukung kegiatan kampanye no urut 02, yang di awali pada pukul 03.00 WIB dengan dzikir, shalawat dan munajat. “Walau seputar area kawasan kami bekerja ini  mewajibkan mendukung no urut 01,namun hati kami tetap mendukung 02.Dan itu yang tidak akan terbeli dan tergadaikan,” ungkap Syafei.

Wulan Katili ditengah lautan masa pendukung #02 saat kampanye akbar di GBK Senayan./Foto : Beng

Berbeda dengan pengakuan seorang emak emak militan anggota Relawan Smangat 89 (alumni SMA/SMK Angkatan 89), Wulan Katili. Walau kegiatan hari hari penuh diisi kegiatan mengantar anak dan kegiatan bisnis kulinernya, ia tetap bersemangat mengikuti kampanye akbar pasangan Prabowo Sandi di stadion GBK Senayan Jakarta.

Bersama teman teman relawan Smangat 89, dari jam 22.00 WIB, Wulan Katili asal SMA 82 Jakarta selepas menemani anaknya menari di TMII, ia lanjut bergabung bersama teman-teman relawan, menuju GBK dengan kondisi badan yang ia rasa tidak fit karena beberapa hari sedang dalam kondisi sakit. Ia memarkir kendaraannya diwilayah aman lumayan jauh dari GBK di kawasan SCBD agar saat usai gelaran kampanye, kendaraannya tidak terjebak kemacetan panjang yang memenuhi kawasan Gelora Bung Karno Senayan Jakarta.

Bersama teman relawan, Wulan berjalan cukup jauh namun harus ia lakukan karena sebuah keyakinan untuk sebuah perubahan bangsa yang lebih baik dengan pilihan pemimpin yang tepat mengurusi negara yang sudah dirasa karut marut dengan persoalan bangsa yang tak kunjung membaik.” Aku senang berada diantara mereka yang sama sama mendukung perjuangan untuk Prabowo Sandi. Insya Allah mereka adalah pemimpin yang tepat dan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik lagi untuk bangsa ini,”ujar Wulan penuh keyakinan.

Posko Logistik Relawan Smangat 89./Foto : Ist

Perjalanan dari tempat parkir ke GBK tak membuat Wulan lelah. Apalagi sesampai GBK ia bertemu dan bergabung pada posko Logistik Smangat 89, yang turut berpartisipasi dalam gelaran kampanye akbar Prabowo Sandi, di sisi pintu barat GBK.

Posko Smangat 89 adalah posko logistik Relawan Smangat 89 yang menyediakan berbagai logistik sumbangan dari anggota relawan Smangat di berbagai alumni SMA angkatan 89 se Indonesia  untuk para pendukung kampanye yang hadir dari berbagai daerah, mulai dari kopi, air mineral, makanan ringan hingga nasi dan lauknya yang dibagikan secara gratis pada para pendukung kampanye yang hadir.

Cerita Wulan Katili berbeda dengan seorang lelaki tua Sadeli (57 Tahun) asal Tanggerang Banten. Sadeli adalah seorang guru honorer yang merasa hanya menerima angin surga dari janji janji rezim yang berkuasa. Hampir lebih dari separuh hidupnya,ia mengabdi sebagai seorang guru honorer di Sekolah Dasar Negeri wilayah Tanggerang Selatan, Sadeli harus berjibaku berjualan kopi keliling demi memenuhi nafkah keluarganya.

“Saya amat kecewa dengan pemimpin saat ini. Betapa tidak dengan gaji pas-pasan yang Saya terima, dan sembako mahal serta biaya hidup lain begitu tinggi, perjuangan Kami memenuhi pendidikan negeri ini tidak diperhatikan sama sekali,”ungkap Sadeli yang datang mendukung kampanye akbar Prabowo Sandi dengan sepeda butut yang dimilikinya.

Sadeli adalah satu diantara ribuan guru honorer yang kecewa akan kebijakan rezim yang berkuasa saat ini. Seorang diri ia mengayuh sepeda bututnya berangkat dari wilayah Tanggerang Selatan se usai sholat Isya, dan hadir di GBK sejak pukul 01.30 dini hari. Sadeli sempat meminta logistik yang disediakan posko Smangat 89, setelah menitip sepeda ditempat yang dianggap aman.

Lain Sadeli lain lagi dengan seorang lelaki tua yang mengaku bernama Widyo asal Boyolali Jawa Tengah. Widyo (73 Tahun) bertempat tinggal di wilayah Depok Jawa Barat, Dengan Sepeda Ontel yang di tungganginya ia berangkat ke GBK sejak subuh.

Cerita Widyo lebih pada cerita sosok Prabowo yang amat ia kagumi sejak lama. Ia sangat yakin Indonesia masih sangat membutuhkan pemimpin cerdas sekelas Prabowo, dari sosok militer yang tegas dan perhatian pada rakyatnya.

Menurut Widyo, sosok seorang Prabowo sosok patriotis, yang patut diacungi jempol. Bagi sebagian orang yang tidak tahu sejarah Prabowo tentu beranggapan miring, namun tidak untuk dirinya yang banyak mengamati dan membaca sejak lama cerita tentang Prabowo Subianto.” Saya hadir ke GBK bukan karena hanya sekedar  berkampanye saja. Lebih dari itu, bagi saya Prabowo adalah sosok orang hebat yang Saya yakini kuat jauh berbeda dengan pemimpin Indonesia saat ini,”ucap Widyo menjelaskan dengan logat jawa yang berapi api penuh semangat.

Menurut Widyo, Prabowo jauh berbeda dengan Jokowi. Prabowo sosok prajurit displin, komit, jujur dan patriotis sejati. Tak terbilang prestasinya di bidang kemiliteran. Prabowo sudah membuktikan berkorban demi bangsanya saat kerusuhan Mei 98 terjadi. Ia rela (Prabowo : red) mengorbankan pisah dengan keluarga demi kondisi dan keutuhan bangsa. Dalam pengorbanan yang begitu besar, Prabowo pun tidak melawan saat mendapat serangan fitnah fitnah keji dari lawan politik yang menghujat dirinya  salah satu pelaku masalah kemanusiaan dikasus 98.

Kini saatnya seorang Prabowo membuktikan kalau apa yang dituduhkan selama ini tidaklah berdasar. Dan Saya beserta keluarga, sahabat dan seluruh pendukungnya, ikut mendoakan agar ia bisa menjadi seorang presiden. Supaya tuduhan dan fitnah yang di tujukan pada dirinya kelak akan dibuktikan saat ia berkuasa ,”ujar Widyo berharap.

Widyopun tahu dari literasi yang ia miliki setelah kembalinya Prabowo ke Indonesia, dan di periode tahun 2004-2009, Prabowo pun turut memperhatikan masyarakat petani dan nelayan lewat organisasi HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia). Dengan kendaraan HKTI yang dipimpin, Prabowo dianggap mampu mengembangkan aktifitas bidang agrikultur dan pedesaan hingga meningkatkan pendapatan petani dan nelayan dalam komoditas pertanian dan perikanan menjadi basis sektor pangan guna meningkatkan kesejahteraannya.

Widyo, saat berdoa bersama mengikuti orasi TV yang terpampang di sekeliling GBK./Foto : Ist

“Setelah jaman Pak Harto hanya seorang Prabowo yang bisa mendekatkan petani dan nelayan menjadi lebih baik. Saya dan orang tua adalah petani jadi sedikitnya saya tahu. Karena keterbatasan lahan yang saya punya akhirnya saya harus merantau ke Jakarta mengadu nasib berdagang.” Kata Widyo yang begitu yakin hanya Prabowo dan Sandi yang cocok untuk kepemimpinan kedepan. (JKST/Beng Aryanto)

The post Dibalik Cerita Kampanye Akbar Prabowo Sandi Di GBK Jakarta appeared first on Jakartasatu.com.


Jelang Pemilu, BSSN Berharap Facebook Tidak Sekadar Reaktif Menunggu Pelaporan

$
0
0

Jakartasatu.com – Dalam fungsi pengendalian Informasi,BSSN mengajak penyedia  Platform mediasosial untuk menjaga pemanfaatan media sosial tetap positif dan kondusif. Untuk itu BSSN mengingatkan, penyedia platform juga harus berperan aktif menjaga layanan media sosial masing-masing bebas dari konten negatif dan hoaks. BSSN meminta agar penyedia platform tidak hanya mengambil keuntungan dari bisnisnya di Indonesia, tetapi juga ikut berkontribusi menjaga ranah siber.

Audiensi tertutup dilakukan BSSN dan penyelenggara media sosial Facebook bertujuan untuk menanggulangi konten negatif terkait penanggulangan hoaks, penyebaran konten negatif dan ujaran kebencian menjelang penyelenggaraan pesta demokrasi tanggal 17 April 2019.

“Informasi pilpres dan pileg di media sosial yang sudah mengarah kepada gangguan stabilitas keamanan nasional, BSSN punya harapan menuntut kolaborasi aktif pada penyedia platform medsos untuk terlibat didalam penciptaan kondisi kondusif jelang pemilu.”ujar Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Djoko Setiadi pada  acara konfrensi PERS hari jumat (12/4/2019) di kantor BSSN Jl Harsono RM Ragunan Jakarta.

Dengan melakukan penangguhan atau suspend terhadap akun yang menyebabkan konten negatif seperti informasi hoaks, ujaran kebencian sekaligus propaganda, BSSN mendukung 5 pilar yang diinisiasi Facebook, terkait dengan penyelenggaraan pemilu dengan usaha menurunkan fake account (akun palsu), menelusuri (tracing) berita yang tidak benar dan tidak valid serta usaha transparansi atas iklan politik serta usaha sebesar besarnya memberi hambatan terhadap peran aktor-aktor jahat (bad actors) dalam langkah terkait desiminasi informasi dan sosialisasi pemilu melalui layanan dalam platform facebook.

BSSN mendesak data perlindungan WNI yang menjadi pengguna layanan FB, dengan menyepakati pembuatan jalur khusus atas informasi pelaporan konten negatif yang menjadi kecepatan langkah kerja dan respon yang baik dalam penanganannya.

BSSN berharap agar FB mengedepankan usaha pencegahan terhadap munculnya konten negatif, tidak sekadar reaktif dan menunggu pelaporan dari pengguna akun lain. BSSN juga berharap pada seluruh masyarakat pengguna medsos untuk merespon cepat dalam penanggulangan konten negatif selama jelang kegiatan pemilu hingga penentuan hasil perhitungan yang sah dari KPU, dengan tetap menyesuaikan kondisi sosial dan keamanan nasional dan bukan hanya mengacu pada aspek bisnis semata.

“ Harapannya seluruh platform terkait  media sosial baik Whatsapp, twitter,IG, dan FB harus menjadi sarana pendukung dalam penciptaan suasana damai dan terkendali agar dapat tercipta keamanan yang lebih baik dalam penyelenggaraan pesta demokrasi tahun ini.” ujar Djoko Setiadi menjawab pertanyaan wartawan dalam acara jumpa pers.

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi (tengah) bersama Direktur Deteksi Ancaman BSSN Sulistyo (kanan) dan Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari memberikan keterangan kepada wartawan usai melakukan pertemuan di Jakarta, Jumat (12/4). BSSN menyatakan penyebaran hoaks, konten negatif, ujaran kebencian sudah mengarah ke gangguan stabilitas nasional. / Foto Beng

Menurut Kepala Kebijakan Facebook Indonesia, Ruben Hattari, mengaku telah menjalankan sejumlah inisiasi seperti menurunkan fake account, mengurangi distribusi berita tidak benar dan transparansi iklan politik.

“Hanya iklan politik dari Indonesia dan sasarannya juga masyarakat Indonesia yang ada dalam layanan media sosial facebook di Indonesia yang kami layani dengan memakai transaksi nilai tukar rupiah.” ungkap Ruben dalam menginisisi 5 pilar yang sudah dilakukan sejak pilkada serentak tahun lalu.

Ruben juga menegaskan akun palsu tidak memiliki tempat di Facebook dan segera diturunkan saat ditemui oleh sistem mereka. Platform tersebut juga bekerjasama dengan sejumlah pihak pengecek fakta pihak ketiga (media, masyarakat anti hoaks dan asosiasi pers), dalam pemantauan informasi informasi yang tidak valid dilapangan.

BSSN cukup memahami masing-masing platform memiliki algoritma dan fungsi berbeda dalam menumpas hoaks.

Disampaikan oleh Direktur Pengendalian Informasi, Investigasi, dan Forensik Digital Deputi IV BSSN, Bondan Widiawan, upaya take down tiap platform punya algoritma dan fungsi berbeda.

“Kita samakan fungsi medsos, padahal tiap layanan berjalan pada bisnis yang berbeda dan memang ada algoritma lini masa yang memungkinkan pengguna menyebarkan hoaks, ini harus mengacu ke kriteria suatu negara. Kalau tidak sesuai (dengan nilai suatu negara) harus di-take down,”katanya.

Intinya,menurut Bondan, BSSN maupun pemerintah coba berupaya untuk memberi penjelasan kepada penyedia platform medsos terkait alasan konten tersebut harus diturunkan.

“Saat kami lakukan pelaporan, kami sampaikan alasan kenapa ini harus di-take down, karena kami tidak mungkin langsung take down, sebab masing-masing platform punya aturan sendiri,” ujar Bondan menjelaskan. (JKST/Beng Aryanto)

The post Jelang Pemilu, BSSN Berharap Facebook Tidak Sekadar Reaktif Menunggu Pelaporan appeared first on Jakartasatu.com.

Membeli Suara Pemilih Dalam Pemilu Itu Money Politic, Harus Dicegah

$
0
0

Jakartasatu.com  –  Paska pelaksanaan pemilu serentak saat ini, perhatian publik lebih banyak fokus ke hasil perhitungan suara pasangan calon presiden. Hal itu mengakibatkan persoalan perolehan suara di kalangan calon legislatif terabaikan. Padahal, keduanya sangat penting, mengingat kedua lembaga, DPR RI dan Kepresidenan, harus dijabat oleh para petinggi negara yang jujur, kredibel dan memiliki kapasitas yang teruji untuk menjadi bagian dari pengelola negara.

Belakangan ini, misalnya, santer beredar khabar tentang deal-deal bisnis berupa jual-beli suara yang diperoleh antar calon legislatif (caleg). Bagi para kandidat yang mendapatkan jumlah suara kecil berupaya ‘menjual’ jumlah suaranya kepada caleg yang berpeluang mendapatkan kursi namun suaranya masih belum mencukupi. Kondisi ini kurang mendapat perhatian publik, termasuk oleh media massa.

“Jika ini dibiarkan terjadi, sulit dibayangkan betapa buruknya hasil demokrasi kita dalam pemilu kali ini,” ujar Wilson Lalengke, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, ketika dimintai pendapatnya terkait fenomena tersebut, Selasa, 23 April 2019.

Lulusan pascasarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, Inggris, ini mensinyalir bahwa pola jual-beli suara antar caleg itu sering terjadi di masa lalu, dan sudah mulai terdengar hari-hari belakangan ini. “Bahkan ada informasi yang masuk menyebutkan oknum caleg menyediakan dana 2 miliar untuk membeli suara dari caleg-caleg yang perolehan suaranya kecil di dapil tertentu di Sumatera,” imbuh Wilson yang juga adalah Ketua Umum PPWI itu.

Menurutnya, perilaku caleg yang melakukan deal-deal bisnis suara semacam ini merupakan salah satu bentuk money politic atau politik uang. “Pembelian suara rakyat itu bukan hanya sebatas pada serangan fajar yang dilakukan sebelum pencoblosan. Ketika seorang caleg menyerahkan perolehan suaranya kepada caleg lain dengan imbalan uang, itu merupakan money politic. Harus diwaspadai dan diproses oleh pihak terkait jika ada yang begitu,” jelas Wilson.

Bahkan, menurutnya, caleg yang melakukan jual-beli suara, baik sipenjual maupun pembeli suara, lebih buruk moralitasnya dibandingkan dengan caleg dan warga pemilih yang terlibat money politic serangan fajar. “Moralitas oknum-oknum caleg yang terlibat jual-beli suara itu jauh lebih buruk dari warga yang terlibat serangan fajar. Mengapa? Karena oknum-oknum itu nyata-nyata menghianati kepercayaan rakyat yang telah memberikan suaranya kepada mereka, dan memperlakukan sejumlah suara rakyat itu sebagai komoditi bisnis belaka,” tegas peraih gelar Masters of Art (MA) bidang Applied Ethics dari Utrecht University, Belanda, dan Linkoping University, Swedia, itu.

Akibatnya, sebagian anggota legislatif yang dihasilkan oleh pemilu 2019 nanti merupakan pejabat bermoral rendahan, tidak amanah, dan cenderung koruptif dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota dewan. “Bagaimana tidak? Caleg model begini pasti beranggapan bahwa dia duduk di Senayan bukan karena kepercayaan rakyat, tapi karena investasi dana besar yang sudah dikeluarkannya. Mereka adalah anggota dewan bermoral rendahan, produk demokrasi dagang sapi,” ujar Wilson .

Apa yang harus dilakukan? “Harus dicegah, jika ada caleg terindikasi melakukan jaul-beli suara antar caleg, harus diusut dan diproses. Caleg yang beli suara dari caleg atau partai lainnya harus didiskualifikasi, dicoret dari daftar calon anggota dewan terpilih. Sanksinya harus tegas seperti itu, jika kita ingin menciptakan Lembaga DPR RI, DPD RI, dan DPR Daerah yang baik, bermutu, dan produktif bagi rakyat,” tambah Wilson.

Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan warga masyarakat dalam mengantisipasi munculnya para pelaku jual-beli suara caleg, menurut Wilson, antara lain sebagai berikut:

1. Tingkatkan dan perkuat monitoring rekapitulasi suara di semua tingkatkan, mulai dari TPS/KPPS, PPS, PPK, KPU Kota/Kabupaten, KPU Provinsi hingga ke KPU Pusat. Harus dipastikan bahwa rekap jumlah suara di tiap tingkat itu sesuai dengan Formulir C1.

2. Mengupayakan penerbitan press release (siaran pers) berita hasil rekapitulasi suara di tiap tingkatkan, minimal mulai dari tingkat PPS, baik oleh petugas pemungutan suara dan saksi, pemantau, media, maupun pihak berkepentingan lainnya.

3. Membuat laporan ke Panwaslu/Bawaslu jika terjadi hal-hal yang terindikasi curang, jual-beli suara, pengalihan suara caleg, dan lain-lain, untuk diproses sesuai koridor hukum yang berlaku.

4. Setiap caleg perlu menjaga komunikasi dengan pimpinan partai masing-masing agar perolehan suara para caleg terkait di dapil masing-masing dikontrol ketat. Dengan demikian, suara para caleg tidak mudah berpindah ke caleg lainnya, baik ke sesama caleg di internal maupun ke partai lainnya. (BA/Red)

The post Membeli Suara Pemilih Dalam Pemilu Itu Money Politic, Harus Dicegah appeared first on Jakartasatu.com.

Pidato Sandiaga Uno Tidak Rela Terhadap Kecurangan

$
0
0

JAKARTASATU.COM – Pada hari Selasa, 14 Mei 2019 pukul 14. 45 wib s.d 17.48 Wib di Puri Agung Sahid Jaya Hotel, Jl. Jend. Sudirman No. 96 Jakarta saat Pidato Calon Wakil Presiden Pasangan 02, Sandiaga Uno memberikan kalimat penutup: Tidak Rela Terhadap Kecurangan. Acara Mengungkap Fakta Fakta Kecurangan Pilpres 2019, yang diselenggarakan oleh masyarakat peduli pemilu bersih dan berintegritas (MPPBB) yang dihadiri sekita 100an di ruangan dan diluar juga disediakan giant screen.

Acara dipandu Dedi “Miing” Gumelar nampak yang hadir sejumlah tokoh nasional termasuk Calon Presiden Pasangan 02, Prabowo Subianto, Djoko Santoso, Amien Rais, Madani Ali Sera, Sarwan Hamid, Rizal Ramli, Fadli Zon, Rahmawati Soekarnoputri, Titik Soeharto, Neno Warisman, Hasyim Djoyohadikusumo, Salim Assegaf, Zulfilki Hasan, Letjen (Purn) Sjafri Syamsuddin, Tejo Edi, Tyasno, Laode K, Agus Maksum, Danhil Azhar Simanjuntak, Fuad Bawazier, dll

Sandiaga Salahudin Uno memgungkapkan bahwa kita perjuangkan banyak orang, kepentingan rakyat, kepentingan umat untuk memberikan yang terbaik bukan hanya untuk negara tetapi untuk keadilan masyarakat. Hari ini paparan para ahli yang peduli terhadap bangsa ini.

Sandiaga Uno dalam acara Mengungkap Fakta Fakta Kecurangan Pilpres 2019

“Semakin nyata pilpres 2019 kali ini memprihatinkan, yang pertama adalah lebih dari 600 petugas pemilu wafat, dan 3000 yg masih terbaring sakit. Disini hadir salah satu korban ibu Eti yang ayahnya (umar hadi) wafat. Kita mencium politik uang yang tajam, salah seorang tim kampanye 01 yang tertangkap dengan barang bukti ribuan amplop yang dipersiapkan untuk Serangan fajar. Gelombang tsunami money politik yang bukan hanya oleh tim pemenangan tetapi juga aparat keamanan. Kami mengakui mencari bukti, tapi ini benar terjadi,” paparnya.

Sandi juga menyoroti bahwa sepanjang kampanye dan pungut suara banyak kejanggalan dan ketidakadilan yang terjadi, DPT bermasalah Kotak suara dari kertas yang gampang sekali hancur, 6.5 juta tidak memilih dan pengusiran serta intimidasi 02. Sulitnya perijinan, pemda memberikan tempat kampanye yang susah dijangkau, menjadi kritikan keras.

Tak luput juga media mendapat sorotan adanya kumpulkannya instrumen kontrol / media. Ada upaya penggembosan suara 02 dengan kriminalisasi ulama, penangkapan cerdik pandai, bahkan dibentuknya Tim asistensi/Tik Tok yang dibentuk Menkopolhukam. “Sistem yang menyuguhkan kesalahan kesalahan itung KPU masih tetap dilakukan,”beber Sandi.
Yang lebih tajam dari itu Sandi mengatakan, Legitimasi pemerintah yang diperoleh melalui kecurangan pasti akan menyisakan masalah.

“Makanya kita harus jaga kedaulatan rakyat, lawan kecurangan sampai titik darah penghabisan,” tandasnya. |ATA/JKST

The post Pidato Sandiaga Uno Tidak Rela Terhadap Kecurangan appeared first on Jakartasatu.com.

MK TIDAK PEDULI PEMILU JURDIL, ABAIKAN MK!

$
0
0

Oleh: Radhar Tribaskoro

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan dalam sebuah diskusi bahwa (1) banyaknya bukti bukan faktor yang menentukan dalam memenangkan gugatan, dan (2) yang dibutuhkan adalah bukti yang relevan (dengan penambahan/pengurangan suara) dan secara signifikan bisa mengubah hasil pemilu. Terakhir (3) Hamdan Zoelva menekankan bahwa selisih suara yang besar adalah kendala yang besar untuk memenangkan gugatan. (Lihat https://bit.ly/2YC5pjq)

Pandangan Hamdan Zoelva itu mengandung arti bahwa semua bukti-bukti kecurangan perihal politik uang, pengerahan aparat negara, penggelembungan DPT, ketidak-netralan polisi dan PNS, manipulasi situng dsb, tidak penting menurut wawasan para hakim MK. Mereka tidak mau membaca, kata Hamdan Zoelva, bila bukti-bukti yang diajukan tidak berhubungan langsung dengan jumlah suara. Betapapun banyaknya bukti-bukti itu.

Dengan kata lain, MK tidak peduli kepada asas pemilu yang jujur dan adil. MK tidak mau tahu bahwa penyelenggara pemilu yang tidak jujur dan tidak adil menciptakan kondisi dan situasi yang merugikan salah satu pihak. Mereka beranggapan bahwa kejujuran dan keadilan dalam pemilu sama sekali bukan urusan pengadilan MK.

Pengadilan kok tidak peduli kepada keadilan?

Secara aneh dan tanpa alasan logis MK membatasi peranannya dalam sengketa pemilu pada aspek hitung suara saja. MK hanya memperhitungkan bukti-bukti yang berkaitan langsung dengan suara. Kalau anda bisa membuktikan bahwa KPPS telah mencuri 100 suara anda, baru MK tergerak untuk mengembalikan 100 suara itu.

Nah, disinilah muncul kendala yang luar biasa bagi orang yang mau berperkara di MK. MK hanya menghitung suara. Kalau anda kalah 9.000.000 suara, dan menurut anda suara anda dicuri 100 per TPS, maka anda harus menghadirkan 90.000 anggota KPPS yang mau bersaksi atas pencurian itu. MK tidak akan memproses gugatan anda kalau anda cuma bisa menghadirkan 89.999 saksi.

Jadi sekalipun anda memiliki 89.999 saksi yang membuktikan bahwa anda telah dicurangi, MK akan tetap memenangkan lawan anda.

Absurd tidak?

Tetapi itulah persisnya apa yang dimaksud oleh Hamdan Zoelva ketika mengatakan selisih yang besar akan menjadi hambatan yang besar bagi Prabowo.

Sejak wawasan MK tersebut ditegaskan tahun 2014, di lingkungan masyarakat politik telah lama berkembang pemahaman bahwa “Bila ingin menang pemilu maka curanglah. Bila curang, curanglah sehebat mungkin untuk menciptakan selisih suara sebanyak mungkin. Dengan demikian lawan sulit mengumpulkan bukti. Dan MK pasti akan memenangkan Anda.”

Maka jadilah pemilu 2019 ini sebagai pemilu tercurang dalam sejarah politik Indonesia. Terbrutal.

Untuk rekan-rekan Tim Hukum BPN Prabowo Sandi, opsi menggugat ke MK sebaiknya disingkirkan saja. Tafsir konstitusi di sana terlalu hebat, tidak ada gunanya berperkara di pengadilan yang hadir bukan untuk keadilan.***

The post MK TIDAK PEDULI PEMILU JURDIL, ABAIKAN MK! appeared first on Jakartasatu.com.

IDENTIFIKASI SEMIOTIKA ATAS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP SENGKETA PILPRES 2019

$
0
0

Oleh Acep Iwan Saidi

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak semua pengaduan yang diajukan pemohon (Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi). Menarik mencermati putusan ini secara semiotik, khususnya terkait bagaimana MK mengidentifikasi bukti yang diajukan pemohon, yang kemudian menjadi dasar seluruh keputusannya. Berikut identifikasi hal tersebut.

1. Putusan Denotatif-Legisign

Merupakan putusan yang dasarnya bukti-bukti tidak lengkap, tidak relevan, dan bukti yang tidak diserahkan pemohon kepada MK. Pada bukti yang tidak lengkap dan tidak relevan ini tampak bahwa bantahan dari pihak termohon dan pihak terkait cenderung menjadi dasar dominan keputusan MK. Contoh bukti jenis ini adalah video rekaman yang tidak disertai penjelasan lengkap dan akurat mengenainya. Sedangkan pada bukti yang tidak diserahkan ke MK, putusan penolakan bersifat definitif, yakni “dikecualikan”.

Secara semiotik, putusan tersebut bersifat denotatif atau harafiah. Logika ketidaklengkapan dan ketidakdiserahkannya bukti ke MK sangat mudah dipahami dan diterima publik. Bagaimana bisa sebuah pengaduan diterima jika bukti tidak lengkap dan apalagi tidak diserahkan. Dalam perspektif semiotika Peirce, putusan ini masuk ke dalam kategori legisign, yakni berterima validitasnya.

Putusan ini juga memiliki dampak semiotik kepada pemohon. Publik bisa jadi bertanya mengapa pemohon tidak menyerahkan bukti secara lengkap atau mengapa malah tidak menyerahkan bukti untuk dalil yang diajukannya. Di sini muncul ambiguitas pesan atau melahirkan pesan konotatif. Misalnya, pemohon memang tidak memiliki bukti, pemohon tidak cermat, pemohon tidak siap, pemohon tidak memiliki tim yang solid untuk mengklarifikasi bukti, atau bahkan bisa berkonotasi bahwa pemohon hanya berasumsi.

2. Putusan Konotatif-Sinsign

Merupakan putusan yang tidak mengelaborasi bukti yang diajukan pemohon secara memadai. Dalam kategori ini, hakim hanya menyampaikan, kurang-lebih, misalnya, “setelah mencermati bukti yang ditandai (penomoran)…, MK mempertimbangkan atau memutuskan bahwa pengajuan pemohon tidak bisa diterima atau tidak memenuhi syarat secara hukum…”

Atas putusan tersebut publik tentu hanya bisa meraba-raba dan mencocokkan imajinasinya tentang bukti dengan keputusan hakim sebab publik tidak mengetahui seperti apa buktinya. Keputusan ini bernuansa kontatif dan dalam taksonomi semiotika Peircian dapat terkategori sebagai sinsign, yakni putusan sebagai tanda yang melahirkan ketegangan pada publik, terutama, tentu saja, publik pendukung pihak pemohon.

3. Putusan Konotatif-deduktif (dicent/dicisign)

Merupakan putusan yang dapat melahirkan perdebatan, baik di kalangan publik maupun di lingkungan hukum itu sendiri. Dalam konteks ini, putusan MK cenderung didasarkan pada penjelasan “teoretik-deduktif” dus “relasi dan pertentangan” dalam berbagai perundang-undangan dan peraturan terkait dalil yang diajukan pemohon. Dua contoh untuk putusan ini adalah tentang kasus administrasi pencalonan KH Makruf Amin sebagai cawapres terkait dengan persoalan BUMN dan tentang dana kampanye calon Presiden Jokowi. Dalam putusan tentang Makruf Amin keterangan saksi ahli dalam persidangan (fakta induktif) bahkan diabaikan.

Putusan yang memilki potensi perdebatan sedemikian, dalam semiotika Barthesian, terkategori sebagai bersifat konotatif. Sebab, bagaimanapun, perdebatan terjadi karena pesan atau makna yang bersifat ambigu. Dalam taksonomi semiotika Peirce, khususnya dalam aspek bagaimana pesan/makna hadir atau ditasirkan penafsir, dasar putusan (interpretasi) hakim belum sampai pada tahap argumentatif, melainkan hanya berada pada tingkat di-cent, yakni interpretasi yang spesifik, tetapi belum tuntas sebab tidak berbasis pada kode sosial yang logik atau yang berterima dalam konvensi dan imajinasi publik.

4. Mitos MK

Keputusan MK bersifat final. Artinya, apapun yang diputuskan MK adalah kebenaran yang harus diterima oleh semua pihak. Secara semiotika, penerimaan atasnya adalah tanda kepatuhan kepada hukum sebagai warga negara yang baik. Ketetapan ini tentu pada mulanya bersifat politik (ditentukan berdasarkan mekanisme undang-undang). Merujuk kepada semiotika saussurian, ketetapan politik ini identik sebagai sebuah nomenklatur yang kemudian menjadi konvensi: pilihan politik yang menjadi kesepakatan bersama. Dari sinilah, merujuk Barthes, lahirnya mitos, sebuah keyakinan yang telah definitif yang awalnya dibangun oleh prinsip konotasi.

Mencermati apa yang terjadi pada persidangan, khususnya pada debat para ahli/Tim Hukum para pihak di MK, khususnya ketika dihadirkan saksi ahli dari Tim 01, Prof. Edward Omar Syarief Hiariej dan Dr. Heru Widodo, tampak bahwa di dalam tubuh MK itu sendiri, secara teoretik, banyak ruang-ruang kosong yang memungkinkan lahirnya keputusan-keputusan deviatif—untuk membedakan dari konotasi. Ini karena, sebagaimana dikemukakan kuasa hukum 02, Luthfi Yazid, dinamika di dalam dunia hukum yang sangat dinamis, kompleks, dan bahkan absurd, terutama jika dikaitkan dengan kejahatan dus penghamkiman atasnya yang terjadi dalam dunia digital. Padahal, kasus yang disidangkan di MK saat ini juga berkelindan dengan dunia digital. Dan pada titik ini, sidang MK tidak banyak memberi pengetahuan kepada publik. Soal sederhana macam situng, misalnya, berhenti pada argumen bahwa situng bukan penentu keputusan suara, melainkan hanya membantu publik untuk transparansi. Ini mencerminkan kemajuan dunia digital telah jauh meninggalkan pengetahuan kita. Pikiran yang berkembang dalam sidang MK masih berada dalam level analog.

Berdasarkan hal itu, mitos tentang MK sebagai pemutus kebenaran final harus terus-menerus juga dibarengi dengan studi yang progresif tentang segala hal yang terkait dengannya. Mitos tentang kebenaran hukum, dengan begitu, harus merupakan mitos yang rasional secara terus-menerus sesuai perkembangan zaman. Jika mitos dibangun atas dasar prinsip konotasi, maka konotasi-konotasi dalam dunia hukum, terkait keputusan atas kasus persidangan, misalnya, harus merupakan konotasi positif, yakni keputusan yang berdasarkan atas interpretasi argumentatif sehingga darinya lahir keputusan yang legisign.

Namun penting dikemukakan bahwa di sisi lain, studi yang progresif atas perkembangan hukum yang dinamis di atas jangan sampai juga melahirkan mitos hukum dus lembaganya sebagai mitos modern yang didefinisikan Barthes, yakni mitos sebagai model pengucapan, kebenaran yang dibangun oleh (hanya) kecanggihan bahasa (retorika). Jika ini terjadi, baranalogi kepada Umberto Eco, segala tanda yang dikontruksi hukum dalam dunia peradilan akan menjadi tidak lebih dari sekedar dusta.

Argo Parahyangan, 28/06/2019

The post IDENTIFIKASI SEMIOTIKA ATAS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP SENGKETA PILPRES 2019 appeared first on Jakartasatu.com.

Julia Putri Noor Calon Walikota Makasar yang Peduli Dunia Anak dan Remaja

$
0
0

JAKARTASATU.COM – Inilah sosok Bakal Calon Walikota Makasar. Namanya secara nasional sudah populer dan aktivitasnya sangat padat untuk dunia pelatihan dan menjadi pembicara di beberapa forum pendidikan. Adalah Julia Putri Noor perempuan asli Sulawesi Selatan berdarah Gorontalo lahir di kota Makasar 28 Juli 1974, Ia Sarjana Ekonomi jebolan STIE Pembangunan Jakarta dan S2 IIP (IPDN) bidang managemen pemerintah daerah, Jakarta, namun menyelesaikan S2 nya di Universitas Moestopo bidang Ilmu Adminstrasi.

Saat ini Julia berharap bisa untuk maju Makasar Satu alias Menuju Makasar Baru – Makasar Maju. “Saya ingin mengabdi untuk tanah kelahiran Makasar dan mengabdi untuk masayarakt Makasar maju,” ujar Julia  Istri dari Ridwan Daali, SE Putra Mandar (Sulbar) seorang pengusaha muda sukses di Jakarta.

Sosok Julia yang penuh catatan perjalanan dalam dunia pendidikan ini adalah sangat pas bagi kota Makasar dan Indonesia. Selain sebagai tokoh muda perempuan asli Makasar, berdarah Gorontalo enrekang juga darah bugis – enrekang – sidrap – gorontalo ini punya pengalaman dan jAm terbang tinggi dalam aktivis untuk anak dan pendidikan, dan semua itu Bagi Julia tidak Usah diragukan lagi.

Dalam pengalaman bekerja dia sudah malang melintang. “Pertama di usia 18 tahun sudah menjadi marketing executive Makassar City Hotel, lalu menjadi Sekertaris Pincab Bank Bukopin Makasar, kemudia saya hijrah Ke Jakarta bergabung di perusahaan GOBEL group menjadi sekertaris, dan pindah ke Perusahaan Trasportasi Pertamina,” tutur cucu pertama dari alm Mayjen (purn) H. Arifin Noor dan Alm. Kol. AS Gani.

Pada masa kuliah aktif di organisasi Ia aktif mendirikan beberapa kegiatan pelatihan dan pendidikan. Ketertarikan pada dunia seni karena pengaruh keluarga dan lingkungan yang terbilang kuat dalam memelihara dan mengembangkan seni, maka tidak heran di dunia pendidikan non formal aktif pula di beberapa komunitas.

Dalam organisasi  Julia mengikuti Rumah Kreasi Indonesia Hebat sebagai Sebagai wasekjen, Dewan Ekonomi Indonesia Timur sebagai Ketua.  Indonesia Jordan Bussines Council sebagai Vice President, Asosiasi Lembaga Peningkatan Kapasitas SDM Indonesia sebagai bendahara umum.

Saat Julia berhenti bekerja dan memutuskan membantu suami di Training Company sebuah Lembaga pelatihan Untuk pemerintah daerah dan non pemerintah sampai sekarang kini membuat namanya makin dikenal di panggung nasional.

Dikatakan Julia bahwa di Jendela Pendidikan Nusantara (JPN) yang saya dirikan saya sebagai Ketua Umum dan Founder. Saya juga Founder dan Waketum Gerakan Masyarakat Peduli Anak dan Remaja.

“Ini pengabdian saya dan akan saya bawa untuk membangun Makasar Maju makanya sebagai bakal calon Walikota Makasar 2020- 2025 saya punya keingingan dan rasa cinta dan peduli pada kota kelahiran dan tempat dibesarkan,” jelasnya.

Menggingat Makasar sebagai kota yang potensial, maka Maksar perlu kebaruan dalam tata kelolanya. Makasar perlu percepatan dalam pembangunan. Makasar harus lebih maju dan unggul disegala bidang. “Makasar yang  saat ini harus diwujudkan menjadi kota nyaman dan bermartabat,” pungkasnya. |SOA/JKST

The post Julia Putri Noor Calon Walikota Makasar yang Peduli Dunia Anak dan Remaja appeared first on Jakartasatu.com.

Julia Terpanggil Mengabdi di Tanah Kelahiran, Makasar

$
0
0

JAKARTASATU.COM — Kehadiran balon Wali Kota Makassar Julia Putri Noor bakal merubah konstelasi politik di Pilwalkot Makassar. Bagaimana tidak, Julia akan tercatat sebagai wanita pendatang baru yang akan meramaikan bursa balon walikota Makassar.

Kansnya untuk menggaet pemilih perempuan di Makassar tentu akan membuat Julia patut diperhitungkan.

Wanita berparas cantik ini menyatakan kesiapannya untuk ikut bertarung di Pilwalkot Makassar 2020. Dia terpanggil mengabdi di kampung halamannya karena ingin membuat Kota Makassar jauh lebih maju dari saat ini.

Bagi Julia Putri Noor dalam menghadapi tantangan di Pilwalkot Makassar, dia telah mengemas konsep yang menjadi programnya untuk Makassar ke depan.

Tentu warga masih bertanya-tanya soal sosok Julia Putri Noor?

Julia Putri Noor adalah cucu pertama dari alm Mayjen (purn) H. Arifin Noor dan Alm. Kol. AS Gani tokoh di Makasar. Darah pejuang yang mengalir kental dari orang tuanya membuat Julia berjiwa petarung.

Bermodalkan mental dan pengalaman yang kerap hadir ditengah orang banyak, akan memudahkan Julia untuk mendapat empati masyarakat. Apalagi dia dikenal aktivis wanita pegiat perlindungan anak melalui lembaga yang didirikannya, yakni Jendela Pendidikan Nusantara (JPN).

Selain itu, ada tokoh muda ternama di Makassar yang memback up Julia dalam perhelatan di pilwali. Dia adalah Ansar yang akrab disapa Ilo LeTho yang merupakan tim pemenangan Presiden Jokowi-Amin.

Dengan demikian Julia Putri Noor tak diragukan lagi oleh pemilih golongan milenial yang sudah digalang bung Ilo
Letho.

Menurut Ilo, Julia Putri Noor maju sebagai balon Wali Kota Makassar karena ingin mengabdi di tanah kelahirannya.

“Beliau punya keingingan dan rasa cinta dan peduli pada kota kelahiran dan tempat dirinya dibesarkan. Makanya beliau ingin mengabdi untuk membangun Makassar dan akan mengembalikan kejayaan yang selama ini pernah dialami Kota Makassar,” jelas Ilo.

Lebih lanjut Ketua Umum Remusa (Relawan Muda Sulawesi For Jokowi) milenial ini menuturkan, dirinya siap memenangkan balon Walikota yang bertagline Mutiara Makassar tersebut. Dengan pengalamannya jadi tim pemenang Jokowi-Amin pada pilpres belum lama ini.

“Kami Relawan Muda Sulawesi. Punya tagline Indonesia kerja cerdas. Kami melihat dan melakukan dengan kerja cerdas,” jelas dia.

Bung Ilo menjelaskan, bahwa sang Mutiara Makassar yang diperjuangkan sebagai pemimpin dengan adanya kesetaraan gender merujuk kepada suatu keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban.

“Jadi diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan, di seluruh dunia. Ini adalah fakta meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai negara atau wilayah. Tidak ada satu wilayah pun di negara dunia ketika di mana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Kesenjangan gender dalam kesempatan dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik terjadi di mana-mana,” ujarnya menambahkan.

“Perempuan dan anak perempuan menanggung beban paling berat akibat ketidaksetaraan yang terjadi. Namun pada dasarnya ketidaksetaraan itu merugikan semua orang. Oleh sebab itu, kesetaraan gender merupakan persoalan pokok suatu tujuan pembangunan yang memiliki nilai tersendiri. Maka dari itu sang Mutiara Makassar ini terpanggil untuk berbuat terhadap masyarakat Makassar,” tutur Bung Ilo

Kesetaraan gender sambung dia akan memperkuat kemampuan Kabupaten dan Kota serta negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan memerintah secara efektif.

“Dengan demikian kesetaraan gender adalah bagian utama dari strategi pembangunan dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat (semua orang)-perempuan dan laki-laki-untuk mengentaskan diri dari kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup khususnya warga Kota Makassar,” pungkasnya.

The post Julia Terpanggil Mengabdi di Tanah Kelahiran, Makasar appeared first on Jakartasatu.com.


Bambang Soesatyo Ditantang Berdebat Pemahaman Tentang Pancasila

$
0
0

Beberapa jam lalu saya dikejutkan oleh pernyataan Ketua MPR terpilih, Bambang Soesatyo (Bamsoet), yang mengatakan bahwa banyak pemuda Indonesia tidak menyukai Pancasila. Pernyataan ini tendensius dan ngawur. Mengapa?

Karena sebagai ketua lembaga tinggi negara yang belum 24 jam terpilih, Bamsoet menciptakan opini sesat bahwa seakan-akan pemuda Indonesia menentang ideologi negara. Framing ini jelas merupakan tindakan berbahaya yang dapat mengurung kehendak politik dalam bingkai demokrasi, untuk kemudian dihentikan atas nama anti Pancasila.

Sama seperti skenario pemberangusan HTI yang dimaksudkan agar setiap orang yang menentang pemerintahan dapat dengan serta merta dituduh pro khilafah. Menjadikan aktivitas pendukung khilafah kedalam organisasi tanpa bentuk jelaslah mempermudah siapapun terkena tuduhan tersebut.

Apa yang dikatakan Bamsoet menggunakan skema yang sama dengan tekhnik terbalik. Untuk menghentikan aksi demonstrasi mahasiswa dan pelajar, Bamsoet yang disaat demonstrasi lalu menjabat Ketua DPR, kali ini membuka frame-nya dengan kalimat “pemuda Indonesia tidak suka Pancasila”. Tentu saja setiap aksi demonstrasi kedepan dapat disangka anti Pancasila.

Pertanyaannya adalah, apakah Bamsoet sudah paham apa itu Pancasila? Sudahkah ia sendiri mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari? Apakah sejumlah anak-anak dari beberapa istrinya sudah paham Pancasila? Apakah kekayaan yang dimilikinya sudah dia manfaatkan untuk membumikan Pancasila?

Jika belum, maka Bamsoet sedang mengarahkan moncong meriam kedepan wajahnya sendiri. Argumentasinya yang akan menjadikan MPR sebagai rumah ideologis yang akan menjadi penjaga Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi omong kosong jika Pancasila justru belum bisa dihadirkannya didalam rumah mewahnya sendiri.

Apakah ketika ia menjabat apapun di republik ini, sikap-sikap Pancasilais sudah ia terapkan? Bamsoet seperti sedang memantulkan bola kedinding yang kemudian meninju wajahnya sendiri.

Untuk membuktikan apa yang saya tanyakan diatas, maka layaklah kiranya, Bamsoet sebagai pejabat negara yang terhormat kita berikan ruang untuk menyampaikan presentasi verbalnya tentang pemahaman terhadap Pancasila.

Diruang itu pula, ia bisa menjawab, apakah anak-anaknya yang juga pemuda Indonesia, keluarganya dan hartanya sudah menerapkan Pancasila dengan sebenar-benarnya.

Untuk itu, “lapak debat” adalah ruang yang paling beradab bagi kita sebagai demokrat. Dan tak perlu menunggu lama, mudah-mudahan tantangan saya ini dapat dibaca untuk selanjutnya dijawab oleh Bamsoet. Mari kita buktikan pemahaman kita, agar sejalan laku dan perkataan.

Irwan S

Penulis adalah Sekjen Rumah Indonesia Merdeka

The post Bambang Soesatyo Ditantang Berdebat Pemahaman Tentang Pancasila appeared first on Jakartasatu.com.

Beroposisi, Itu Baru High Politics?

$
0
0

Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

“Pak Pratikno menyampaikan: ‘Pak Hidayat, tinggal PKS yang belum bertemu dengan pak Jokowi. Karena itu jika memungkinkan Presiden PKS bisa dijadwalkan bertemu pak Jokowi nanti sore’,”

Pak Hidayat menjawab: “Terimakasih Pak Pratikno, tetapi seperti disampaikan oleh Pak Sohibul Iman, kami ingin menjaga ruh demokrasi Indonesia dengan cara menjadi penyeimbang atau oposisi. Kalau semua ikut pemerintah nanti apa kata dunia tentang demokrasi Indonesia’,” katanya.
Hidayat Nurwahid melanjutkan bahwa tidak masalah bertemu dengan Presiden Jokowi, tetapi bukan sekarang.

Inilah cerita Sohibul Iman, presiden PKS kepada Gatra (17/20/2019) terkait dialog Hidayat Nurwahid dengan Pratikno. Silaturahim politik itu juga mutlak perlu, sekalipun beda posisi politik. Termasuk dengan Pak Jokowi. Tapi itu akan kami lakukan setelah pembentukan kabinet. Jadi insya Allah PKS siap bertemu dengan Pak Jokowi setelah kabinet terbentuk,” kata Hidayat Nurwahid.

Sementara Sohibul mengaku mengapreasiasi undangan tersebut, meskipun belum bisa memenuhinya. “Jadi sepertinya memang pak Jokowi juga berniat mengundang PKS. Kami mengapresiasi positif. Tetapi kami sudah tegaskan bahwa kami siap bertemu setelah kabinet terbentuk. Bahkan bisa saja kabinet diumumkan pagi misalnya, maka siang atau sorenya kami siap bertemu jika presiden Jokowi berkenan. Atau kapan saja yang penting setelah kabinet diumumkan,” tegas Sohibul Iman.

Ungkapan dua tokoh PKS ini tidak saja telah mempertegas posisinya sebagai partai oposisi, tetapi juga menjaga tegaknya demokrasi. Ciri demokrasi itu berjalan jika ada checks and balances. Terjadi pertukaran dan dialog gagasan yang satu sama lain saling menghargai. Ini layak disebut high politics. Cirinya? Mengedepankan konsistensi moral dari pada mengejar kebutuhan pragmatis dan larut dalam bagi-bagi kekuasaan. PKS konsisten dalam posisi ini.

Memilih oposisi bukan berarti PKS tidak diterpa godaan, atau malah ancaman. Cerita panggung belakang biasanya lebih dinamis dari apa yang tampak di permukaan. Dan PKS kokoh pendirian serta mampu melewati semua dinamika panggung belakang itu.

Silaturahmi politik? Harus! Kata PKS. Supaya tak salah ditafsirkan, PKS bersedia jumpa dengan Jokowi usai para menteri dilantik dan diumumkan.

Sikap oposisi PKS ini secara idealis telah memberi pelajaran kepada anak bangsa akan pentingnya moralitas dan etika politik. Yaitu politik yang konsisten dan lebih mementingkan perlunya demokrasi untuk manjaga masa depan bangsa agar tetap sehat dan berjalan ke arah yang benar. Untuk itu, dibutuhkan kehadirah partai yang mengambil peran untuk menghidupkan rambu-rambu jika ada kebijakan yang keliru. Bayangkan jika negara dikelola tanpa kontrol, maka tak ada yang mengingatkan jika negara berada dalam bahaya.

Dari sisi strategi, sikap oposisi PKS ini akan menjadi investasi untuk politik jangka panjang. Rakyat akhirnya bisa melihat apa yang diperankan oleh PKS. Pilihan sikap oposisi PKS berpotensi membuka gelombang simpati rakyat secara luas. Tentu, rakyat yang berwawasan terbuka, moderen dan rasional. Bukan rakyat yang semata-mata dikendalikan oleh fanatisme identitas, termasuk identitas ormas dan paham keagamaan misalnya.

Mereka yang tak puas terhadap kepemimpinan Jokowi berpotensi untuk melirik PKS sebagai partai yang layak dipertimbangkan untuk pilihan masa depan.

Disisi lain, sikap PKS ini membuka mata publik bahwa stigma “Islam radikal” oleh sejumlah pihak bisa terpatahkan argumentasinya. Sekali lagi, jika pendekatan dan analisisnya menggunakan logika rasional.

Bukannya PKS didukung oleh HTI? Apapun partainya, mustahil menolak dukungan dari siapapun. Apakah jika PKS didukung orang-orang HTI otomatis PKS itu HTI? Sama pertanyaannya: apakah ketika ada partai yang didukung orang-orang yang berpaham komunis berarti partai itu komunis?

Kok jadi belain PKS? Tidak! Saya bukan orang PKS dan gak ada urusan dengan PKS. Saya mantan ketua IPNU di daerah yang dibesarkan sebagai aktifis HMI, tentu secara organisatoris tak ada hubungannya dengan PKS. Babar blas! Sebagai penulis, tugas saya mengajak kepada semua pihak untuk obyektif dan berbasis pada data dan logika yang sehat ketika menilai apapun dan siapapun.

Jika anda mau menilai integritas dan kapasitas partai, lihatlah pertama, konsistensi sikapnya. Pagi delai, sore tetap delai. Bukan pagi tempe, sore jadi tahu. Nyindir niye… Kedua, kemauan dan kemampuan menyerap aspirasi serta kinerjanya dalam memperjuangkan aspirasi itu. Ketiga, integritasnya. Berapa banyak kader partai yang jadi koruptor mesti jadi evaluasi terkait integritas partai. Makin banyak koruptornya, mesti jadi catatan serius terkait layak tidaknya partai itu untuk dipilih kedepan. Dan PKS, termasuk partai yang sedikit kadernya berurusan dengan KPK. Silahkan dicek datanya.

Di saat hampir semua partai berebut kue kekuasaan, termasuk partai-partai pendukung 02 yang berlomba untuk mendapatkan jatah dari istana, PKS justru menolak semua tawaran. Kita berharap, partai-partai yang ada belajar dari sikap dan konsistensi PKS. Dengan begitu, rakyat akan mendapatkan suguhan politik yang bermoral dan berakal sehat. Ini baru high politics.

Jakarta, 17/10/2019

The post Beroposisi, Itu Baru High Politics? appeared first on Jakartasatu.com.

Bongpret

$
0
0

OLEH: JAYA SUPRANA

INDONESIA mahakayaraya perbendaharaan keanekaragaman hayati tiada dua di planet bumi ini.

Beberapa jenis satwa khusus hanya hadir di Indonesia seperti misalnya komodo, anoa, cendrawasih, beruk mentawai, jalak bali, elang flores dan lain sebagainya.

Bermusuhan
Di Indonesia hadir pula dua jenis satwa yang semula tidak saling bermusuhan namun kemudian mendadak saling bermusuhan satu dengan lainnya yaitu cebong dan kampret padahal di negara lain sebenarnya tidak saling bermusuhan.

Hanya di Indonesia saja ternyata kedua jenis satwa yang sebenarnya semula secara alami tidak saling bermusuhan itu menjadi saling bermusuhan akibat didayasalahgunakan secara politis untuk kepentingan dua kelompok manusia yang saling bermusuhan akibat beda junjungan maka menjadi sengit saling bermusuhan.

Cebong selalu siap menghujat kampret dan sebaliknya kampret selalu siap menghujat cebong padahal sebenarnya kedua jenis satwa yang satu amfibia dan yang satu mamalia itu secara alami tidak saling bermusuhan sebab memang tidak saling punya kepentingan untuk saling bermusuhan.

Lazimnya yang amfibia asyik berenang di dalam air sebelum bermetaforsa menjadi katak sementara yang mamalia asyik berterbangan di angkasa apabila tidak sedang menggantung diri dengan kepala di bawah untuk tidur.

Berdamai
Hanya di Indonesia pula ada dua tokoh manusia sama-sama warga Indonesia yang semula saling sengit bermusuhan demi memperebutkan tahta kekuasaan lewat pemilu namun kemudian setelah pemilu usai langsung saling berangkulan demi berdamai sehingga para pendukung masing-masing kebingungan harus mendukung siapa.

Maka hanya di Indonesia pula terjadi fenomena evolusi biopolitis di mana dua jenis satwa yaitu cebong dan kampret yang semula tidak saling bermusuhan mendadak saling bermusuhan kemudian saling bingung sehingga akhirnya saling berdamai demi bersatupadu lalu melahirkan suatu jenis satwa baru.

Bongpret
Dan hanya di Indonesia serba penuh keajaiban ini pula bisa terjadi bahwa dua jenis mahluk yang semula saling tidak bermusuhan kemudian saling bermusuhan lalu kembali saling berdamai bahkan saling bermesraan sehingga menghadirkan jenis satwa baru blasteran alias campuran antara cebong dengan kampret maka menyandang sebuah nama perpaduan cebong dan kampret yang diawali dan diakhiri huruf konsonan mengapit dua huruf vokal  disela empat huruf konsonan berurutan yaitu bongpret.

Semoga kemesraan antara cebong dan kampret yang melahirkan bongpret tidak cepat berlalu sebab masih ada jenis satwa biopolitis lainnya yang menunggu diajak ikut bermesraan yaitu kadal gurun.

Penulis mendambakan kedamaian di Tanah Air Udara tercinta. \rmol

The post Bongpret appeared first on Jakartasatu.com.

Lem Aibon: Kenapa Kalian Makin Sinting?

$
0
0

By Asyari Usman

Sulit dimengerti. Tiba-tiba William Aditya Sarana dijadikan pahlawan. Karangan bunga simpati dikirimkan kepada anggota DPRD DKI dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu. Cukup banyak papan bunga yang terpampang di dekat gedung Dewan. Isinya memuji-muji William.

Dia dianggap berjasa “membongkar” kejanggalan isian e-budgeting anggaran belanja pemprov DKI. Ada lem Aibon 82 miliar dan pena ballpoint 124 miliar. Kedua-duanya tak masuk akal. Janggal.

William seolah menemukan korupsi yang akan dilakukan Gubernur Anies Baswedan. Padahal, semua orang tahu bahwa yang justru menyisir keanehan itu adalah Anies sendiri. Anies yang lebih dulu mempersoalkan itu. Bukan William. Cuma dia tidak berkoar-koar. Tidak seperti Ahok ketika menemukan anak-buahnya bersalah.

Tapi, temuan William yang sifatnya “kesiangan” itu dijadikan simbol heroik oleh sejumlah orang. Sangat sukar dipahami. Tak bisa dipahami kenapa temuan Wiiam yang tak bermakna sedikit pun itu dielu-elukan dengan karangan bunga pujian?

Kenapa kesalahan staf Anies itu dipelintir menjadi kesalahan Gubernur? Seolah Gubernur sedang menyiapkan korupsi?

Heran sekali. Heran, mengapa kalian semakin sinting? Luar biasa Anda. Tak masuk akal rasanya kalau kalian tak punya akal.

Sungguh reaksi kalian lewat karangan bunga untuk William itu akan memberikan pendidikan politik aliran sesat. Padahal, kalian mengaku partai milenial. Partai yang kalian bentuk dengan tujuan untuk menampung pikiran sehat generasi muda.

Sekarang, bagaimana mungkin publik akan mengakui keakalsehatan kalian? Yang kalian lakukan justru kebalikannya. Kalian menunjukkan diri kalian semakin kacau.

Sangat disayangkan mengapa dari hari ke hari kalian makin sinting. Seharusnya karangan bunga itu mewakili akal sehat. Tapi, kalian jadikan itu pertanda kesintingan.[]

6 November 2019

The post Lem Aibon: Kenapa Kalian Makin Sinting? appeared first on Jakartasatu.com.

Indonesia Sharia Economic Festival ke-6

$
0
0

JAKARTASATU — Alhamdulillah, kami menyambut baik bahwa DKI Jakarta menjadi tuan rumah untuk konferensi OIC Forum on Islamic Social Finance pada Indonesia Sharia Economic Festival ke-6.

Kita berharap dari konferensi social financing ini muncul terobosan-terobosan di dalam pendanaan yang berkeadilan untuk menyelesaikan masalah khususnya di perkotaan.

Masa depan dunia akan berada di kota – kota. Dan ketimpangan yang sekarang kita saksikan itu bukan ketimpangan antar negara yang melebar – ketimpangan antara kota yang melebar; tapi justru ketimpangan di dalam kota dan ketimpangan di dalam negara.

Karena itulah diperlukan akses pendanaan terutama bagi masyarakat menengah ke bawah agar mereka bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Yang tadi saya sampaikan salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang baru pindah ke kota adalah kebutuhan perumahan.

Apalagi konferensi ini adalah konferensi OKI (Organisasi Kerjasama Islam), di dunia Islam itu salah satu masalah besar yang kita hadapi. Melalui konferensi pendanaan sosial ini kita bisa mengundang masyarakat dunia untuk bersama-sama menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

Kita berharap pertukaran gagasan dalam konferensi OKI ini betul-betul memberikan manfaat bagi kita di Jakarta dan Indonesia.| FB/ANIESBASWEDAN

Pemilu Tidak Langsung dan Jabatan Presiden Diperpanjang?

$
0
0

OLEH Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Setidaknya ada tiga wacana yang sedang santer beredar. Satu sudah diekskusi, dua masih dalam ikhtiar. Ketiga hal ini jika disahkan, maka akan jadi pembeda antara rezim Jokowi dengan rezim-rezim sebelumnya di era reformasi

Yang sudah diekskusi adalah revisi UU KPK. Super powernya bukan lagi pimpinan KPK, tapi dewan pengawas. Sejak revisi UU KPK itu disahkan, maka penyadapan, penggeledahan dan penyitaan menjadi domain dewan pengawas. Dewan pengawas tidak hanya bertugas mengawasi, tetapi punya kewenangan memberi ijin boleh tidak penyidik melakukan tiga fungsi di atas, yaitu penyadapan, penggeledahan dan penyitaan. Dan lima anggota dewan pengawas itu direkrut dan dipilih oleh presiden. Sampai disini, anda paham?

Kedua, ini masih usulan yaitu pemilu tidak langsung. Kenapa? Alasannya klasik: karena cost politik yang begitu besar dan memicu terjadinya korupsi. Emang di masa Orde Baru lebih sedikit jumlah pelaku dan uang yang dikorupsi?

Kenapa terjadi korupsi? Diantaranya karena ada money politics. Ini yang mengakibatkan pembengkakan cost politik. Kenapa terjadi money politic? Karena pemilu langsung, jawab mereka. Karena itu, harus dibuat tidak langsung. Supaya tidak ada lagi bagi-bagi uang. Kalau presiden dan kepala daerah dipilih oleh DPR/DPRD, maka gak lagi ada serangan fajar. Selain itu, anggaran pemilu juga bisa ditekan. Ini penghematan uang negara.

Ingat! Di dalam UU no 7 Tahun 2017 pasal 523 telah mengatur hukuman dan denda bagi pelaku money politics. Jika money politics terjadi sebelum hari tenang, hukumannya 2 tahun penjara dan denda 24 juta. Kalau masa tenang hukumannya 4 tahun penjara dan denda 48 juta. Kalau money politics terjadi di hari H, maka hukumannya 3 tahun penjara dan denda 36 juta.

Kenapa bukan pasal 523 ini yang direalisasikan agar bisa mencegah, setidaknya mengurangi praktek money politics? Apalagi di pasal 268 di UU yang sama, kalau calon presiden dan kepala daerah melakukan pelanggaran pemilu (diantaranya money politics) dengan sistematis, terstruktur dan masif, maka aturan hukumnya didiskualifikasi.

Masalahnya, emang pernah ada calon presiden dan kepala daerah yang didiskualifikasi? Kalau ada, itu lebih karena faktor politis dan adu kuat kekuasaan dari pada karena operasi penegakan hukum. Disini ada masalah keadilan.

Disisi lain, kalau pemilihan presiden dan kepala daerah diserahkan kepada DPR/DPRD (tidak langsung), emang gak ada lagi bagi-bagi duit? Anggota legislatif mau milih tanpa duit? Tiket partai emang terus gratis gitu? Tidaklah…

Jadi, jangan salahkan pemilu langsung sebagai sebab terjadinya money politics, lalu kembali jadi pemilu tidak langsung. Ini lebih karena faktor law enforcement yang rendah. Disinilah problem primernya.

Demokrasi Pancasila mendadak berubah jadi demokrasi liberal dimana uang menjadi faktor paling berpengaruh terhadap hasil pemilu itu lantaran hukum tidak ditegakkan. Sampai ada yang bilang: “Indonesia has the most efektive election system becouse people know the result before election”.

Terkait pasal 286, ini mengawang-awang. Karena hampir mustahil bisa membuktikan pelanggaran pemilu secara sistematis, terstruktur dan masif, termasuk praktek money politics. Kalau tak mungkin bisa dibuktikan, buat apa pasal ini dipertahankan.

Apalagi jika dikomperasikan dengan pasal 523 tentang hukuman penjara dan denda bagi pelaku money politics. Apakah calon yang terbukti dan akhirnya divonis 2,3 atau 4 tahun penjara bisa didiskualifikasi jika mereka terpilih? Padahal mereka tak melakukannya dengan sistematis, terstruktur dan masif. Paradoks!

Selain itu, kalau pilpres atau pilkada diwakili oleh DPR/DPRD, emang mereka mewakili suara dan pilihan rakyat? Kalau mewakili suara rakyat, kenapa sampai 2015 tak kurang dari 19 calon independen yang menang? Ini artinya, rakyat meskipun sudah memilih anggota DPR/DPRD, tak berarti suara mereka sepenuhnya diwakili oleh anggota legislatif tersebut.

Malah, ada calon tunggal yaitu calon walikota Makasar, kalah melawan kotak kosong. Padahal, semua partai mengusungnya.

Masih mau pemilu tidak langsung? Ini mengebiri suara rakyat, merusak demokrasi dan berpotensi mengembalikan sistem politik ke Orde Baru.

Ketiga, ini patut dicurigai punya kaitan dengan poin nomor dua. Yaitu jabatan presiden diperpanjang. Ada yang mengusulkan ditambah tiga tahun sehingga jadi delapan tahun. Ada juga yang mengusulkan tiga periode. Karena itu, pasal 169 UU no 7 Tahun 2017 perlu dirubah, katanya.

Apa alasan pengusul? Supaya program-program Pak Jokowi yang baik itu bisa dituntaskan. Lalu publik bertanya: baik menurut siapa?

Ketika UU pemilu itu membatasi maksimal presiden itu dua periode, maka pertama, presiden dan timnya sudah harus bisa mengukur program-program apa yang paling efektif dan berdampak yang bisa dikerjakan dalam rentang waktu selama 5 sampai 10 tahun. Dan program berkelanjutan apa bisa diteruskan oleh presiden selanjutnya. Bukan malah minta nambah.

Kedua, untuk membangun Indonesia tidak cukup satu presiden. Indonesia butuh puluhan hingga ratusan presiden. Yang dibutuhkan adalah adanya aturan dan sistem bagaimana pembangunan itu bisa berkelanjutan dari satu presiden ke presiden yang lain. Proses regenerasi adalah keniscayaan.

Ketiga, usulan tiga periode bagi presiden jika disetujui, membuka peluang untuk nambah lagi dan bisa seumur hidup. Kecuali jika dijatuhkan di tengah jalan seperti Soekarno dan Soeharto.

Satu periode saja seorang presiden punya kesempatan untuk kendalikan semua kekuatan negara, apalagi sampai tiga periode. Kalau sudah terlalu lama berkuasa mana mungkin mau turun. Kekuasaan itu menggoda bung!

Dua wacana dan usulan di atas yaitu pemilu tidak langsung dan presiden tiga periode harus serius untuk ditolak rakyat. Saat ini, lebih baik presiden dengan seluruh kekuatannya di kabinet dan kelembagaan negara fokus saja memperbaiki bangsa terutama ekonomi yang tahun depan akan ada gelombang resesi. Fokus pada kerja dari pada melakukan rekayasa pemilu dan minta nambah waktu untuk berkuasa.

Jakarta, 13/11/2019

Kota Makassar Perlu Sentuhan Pendidik Perempuan

$
0
0

JAKARTASATU — Kehadiran balon Wali Kota Makassar Julia Putri Noor bakal merubah konstelasi politik di Pilwalkot Makassar. Bagaimana tidak, Julia akan tercatat sebagai wanita pertama akan meramaikan bursa balon walikota Makassar yang akhli bidang dunia pendidikan.

Tokoh perempuan pemimpin kepala daerah yang sudah moncer sekadar menyebut saja nama seperti Risma (Walikota Surabaya), Airin (Walikota Tangerang Selatan) dan sejumlah Bupati Perempuan lainnya. Demikian disampaikan tokoh Muda Makassar Anshar Ilo.

“Jika kini Julia maju sebagai valon Walikota Makassar maka ini akan jadi sejarah karena Julia adalah tokoh pendidikan yang siap mengabdi untuk kota kelihirannya,”ujar Ilo tokoh saat berkomentar tentang Pilkada 2020 di Kota Makassar pada Redaksi (12/11).

Ditambahkan bahwa untuk menggaet pemilih perempuan di Makassar tentu akan membuat Julia patut diperhitungkan untuk itu perlu kesiapannya matang dalam bertarung di Pilwalkot Makassar 2020. “Dia terpanggil mengabdi di kampung halamannya karena ingin membuat Kota Makassar jauh lebih maju dari saat ini,” tambahnya.

Julia Putri Noor bisa jadi akan lebih siap karena dia banyak belajar dari keunggulan para tokoh yang terdahulu.

ulia Putri Noor adalah cucu pertama dari alm Mayjen (purn) H. Arifin Noor dan Alm. Kol. AS Gani tokoh di Makasar. Darah pejuang yang mengalir kental dari orang tuanya membuat Julia berjiwa petarung.

Bermodalkan mental dan pengalaman yang kerap hadir ditengah orang banyak, akan memudahkan Julia untuk mendapat empati masyarakat. Apalagi dia dikenal aktivis wanita pegiat perlindungan anak melalui lembaga yang didirikannya, yakni Jendela Pendidikan Nusantara (JPN).

Selain itu, ada tokoh muda ternama di Makassar yang memback up Julia dalam perhelatan di pilwali. Dia adalah Ansar yang akrab disapa Ilo LeTho yang merupakan tim pemenangan Presiden Jokowi-Amin.

Dengan demikian Julia Putri Noor tak diragukan lagi oleh pemilih golongan milenial yang sudah digalang bung Ilo
Letho.

Soal partai apa yang akan ngusung dikabarkan bahwa Julia akan diusung 3 partai.Saat ditanya partai apa saja? Belum berani komentar namun berharap jika tidak ada pun Julia dengan jalur politik yang dinamis kemungkinan lewat partai partai atau tidak bisa independen sudah siap.

Julia adalah perempuan satu satunya sampai saat ini mencalon kan diri sebagai walikota sebagai pendatang baru sangat layak diperhitungkan, bahkan jika tidak mendapat porsi nomor 1 makan siap di nomor 2.

Tapi Ilo menilai bahwa Julia layaknya nomo 1 untuk Makassar. “Dan dengan maju mempunyai sebagai nomor satu maka beberapa strategi unggulan yang nanti akan diap  dipaparkan pad saat debat calon nanti akan kelihatan,” tutupnya. |AEM/JST


TIGA PERIODE, GAK SALAH ?

$
0
0

by M Rizal Fadillah

Setelah Hendropriyono pernah mengusulkan kepada Ketua DPR Bambang Soesatyo agar masa jabatan Presiden itu 8 tahun kini ada usulan pengamat intelijen Suhendra Hadikuntono bahwa Pasal 7 UUD 1945 hendaknya diamandemen agar masa jabatan Presiden dapat 3 periode. Diakui ini untuk keperluan Jokowi menuntaskan programnya termasuk persoalan pindah ibukota Negara.

Usulan seperti ini dinilai mengada ada, tidak rasional dan sangat subyektif. Apa prestasi Jokowi untuk bisa menjabat tiga, empat atau lima periode. Satu periode saja sudah gonjang ganjing negeri ini. Belum lagi isu kecurangan Pilpres yang lalu masih membekas. Andai Prabowo tidak kibarkan bendera putih tanda “kalah” mungkin persoalan menjadi lain. Jokowi akan tetap disorot dalam kaitan hasil Pilpres.

Soal perubahan dan perpanjangan masa jabatan Presiden untuk Jokowi ini kita bisa menengok peristiwa mundurnya Presiden Bolivia Evo Morales. Ia menjabat empat periode dengan mendobrak aturan hukum yang ada. Mahkamah Konstitusi Bolivia berhasil di stel untuk mengubah aturan Konstitusi melepas “pembatasan masa jabatan”. Hasilnya pemilu Pilpres curang dan curang lagi. Morales akhirnya tak berkutik didemonstrasi oleh rakyatnya sendiri dan terpaksa mengundurkan diri. Untung masih diberi suaka oleh negara Meksiko. Tragis.

Tiga periode Jokowi dikhawatirkan akan melanjutkan program “Islamophobia”. Isu radikalisme tak jelas yang dapat membantai pemahaman agama yang konsisten. Toleransi menjadi campur aduk dan sekularisasi akan terus berjalan dikendalikan oleh kaum pendompleng anti Islam.

Tiga periode bisa menambah jumlah pekerja Cina lebih spektakuler yang datang ke Indonesia. Menambah pula jumlah pengangguran pribumi. Bonus demografi membuat “disguised unemployment” meningkat. Kartu pra kerja mesti dicetak berlipat ganda.

Tiga periode hutang luar negeri semakin bejibun dan menenggelamkan. Penjajahan modern bukan dengan militer tetapi dengan hutang. Bukan saja tak bisa mengangkat muka tetapi juga harus menyerahkan semua harta negara tanah, air, hutan, atau tambang. Untuk bayar bunga terpaksa pajak rakyat dinaikkan. Begitu juga dengan bensin, listrik dan bea-bea lain.

Tiga periode rakyat semakin habis lahan pertanian, buah buahan busuk, padi tak laku, dan home industri berantakan karena diterjang badai impor. Mengerikan, jika ternyata yang mampu diekspor cumaTKW.

Janganlah tambah tambah tiga periode. Keserakahan akan terus melekat. Nanti minta empat periode lagi. Lalu ujungnya “Negara adalah Aku”. Repotnya jika si aku adalah pedagang, maka dijual lah semua apakah aset BUMN, jalan tol, bangunan negara, atau lahan lahan strategis.

Selamatkan Negara dari kerakusan dan kesewenangan kekuasaan.

*) Pemerhati Politik

Bandung, 13 November 2019

ANIES BASWEDAN “DIHADANG” SKENARIO 2022 TIDAK ADA PILGUB DKI

$
0
0

by Tarmidzi Yusuf

Menurut Undang-Undang No 10/2016. Pilkada serentak dilakukan pada 2015, 2017, dan 2018. Kemudian akan dilakukan lagi pada 2020 sebagai lanjutan Pilkada 2015, 2022 lanjutan Pilkada 2017, dan 2023 lanjutan Pilkada 2018.

Pada Pilkada 2024, akan diikuti seluruh daerah yang melakukan Pilkada pada 2020, 2022, dan 2023. Konsekuensinya, pemenang Pilkada 2020 hanya akan menjabat selama empat tahun. Sementara untuk Pilkada 2022, dan 2023 akan dipilih pejabat kepala daerah (jika jadi) untuk mengisi kekosongan, sambil menunggu Pilkada 2024.

Hal ini merujuk pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 yang merupakan perubahan kedua atas UU nomor 1/2015 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Pilgub DKI Jakarta akan digelar pada 2022. Merujuk pada UU No 10/2016 ada kemungkinan Pilgub DKI Jakarta tahun 2022 ditiadakan. Akan digelar serentak pada tahun 2024 berbarengan dengan Pilpres. Artinya, selama 2 tahun hingga 2024 DKI Jakarta akan dijabat oleh Pejabat Gubernur.

Bila 2022 Pilgub DKI ditiadakan, kecil kemungkinan Anies Baswedan akan ditunjuk sebagai Pejabat Gubernur. Apalagi Anies dianggap berseberangan dengan kelompok politik tertentu dan kepentingan para pengusaha yang merasa dirugikan akibat kebijakan ditutupnya reklamasi dan Alexis.

Disamping itu, Anies Baswedan merupakan calon kuat Presiden 2024 – 2029. Setidaknya dengan tidak digelarnya Pilgub 2022, Anies akan kehilangan “panggung politik” menjelang 2024. Keuntungan bagi lawan politik yang akan bertarung di 2024. Apalagi rumornya, 2 partai besar akan “berduet” di Pilpres 2024.

Prestasi dan kebijakan Anies yang sangat pro rakyat akan “ditenggelamkan” oleh pembenci Anies sebagai bagian dari framing. Jadi Gubernur saja Anies tak henti-hentinya dibully apalagi sudah tidak menjabat Gubernur. Akan dicari “celah” menenggelamkan Anies pada 2022 dan 2024.

Apakah merebaknya isu pemerintah akan mengevaluasi Pilkada ada hubungannya dengan penundaan Pilkada 2022 atau Pilkada kembali ke rezim orde baru. Gubernur, Bupati dan Walikota dipilih DPRD. Atau hanya Gubernur saja yang dipilih melalui DPRD.

Terlalu besar risiko dan biaya politik bila Pemilu 2024 betul-betul disatukan. KPU belum tentu siap. Kasus 2019 bisa menjadi contoh. Kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif. Tetapi ruang pembuktian “dijegal” sendiri oleh UU Pemilu. Sulit bahkan tidak masuk akal TSM bisa dibuktikan. Apalagi calon bisa didiskualifikasi.

Mungkinkah melaksanakan hajat besar ditengah “tercederainya” pelaksanaan Pemilu serentak 2019, Pileg dan Pilpres. Sedangkan tahun 2024 Pileg, Pilpres dan Pilkada disatukan.

Pada 2019 ratusan nyawa petugas KPPS melayang. Tidak jelas akibat, masalah dan solusinya. Sementara pada tahun 2024 lebih dahsyat lagi. Tiga agenda pemilu disatukan (Pileg, Pilpres dan Pilkada). Mungkinkah korban jiwa lebih banyak lagi. Potensi konflik sosial dan money politic lebih besar. Bangsa akan terpecah belah.

Semoga bukan upaya “menjegal” majunya Anies Baswedan pada 2022 untuk periode kedua. Dan menepis isu penunjukan pejabat gubernur untuk kepentingan orang tertentu di 2024.

Bandung, 21 Rabiul Awwal 1441/19 November 2019

Bagi Dunia Politik, Brand Itu Penting

$
0
0

JAKARTASATU – Jakarta, 22 November 2019,  Platform berita BaBe (Baca Berita),  yang mengumpulkan dan mengkurasi berita terpercaya dengan menginformasikan, mendidik, dan menghibur jutaan masyarakat Indonesia melalui cara yang mudah diakses, tepat, dan gratis,  menggelar Digital Communications Forum yang kedua di Jakarta.

Dihadiri oleh politikus nasional dari berbagai partai di DPR RI, forum ini mengangkat tema menarik yaitu: pentingnya branding di dunia politik. Tema ini sejalan dengan aktualita agenda politik di tahun 2020, yaitu pemilihan kepala daerah di 270 wilayah.
“Acara ini merupakan kegiatan lanjutan dari forum digital pertama yang diselenggarakan bulan September lalu. Melalui rangkaian forum ini, kami ingin mendukung para tokoh masyarakat, instansi pemerintah, organisasi masyarakat sipil, serta politikus masa kini untuk tidak hanya muncul di saluran digital, tetapi juga bagaimana mereka dapat mengkomunikasikan pesannya secara efektif,” ujar Indira Melik, Content Operations Manager, BaBe Indonesia.

Forum ini juga menghadirkan Silih Agung Wasesa, seorang pakar branding, serta Wahyu Wiwoho, Pembaca Berita dan Produser di Metro TV, untuk berdiskusi mengenai pentingnya branding bagi politikus, khususnya di era digital. “Dalam dunia politik yang sedang ramai saat ini, tidak mungkin rasanya menerapkan strategi dan taktik politik dari sebuah kampanye tanpa adanya branding yang baik” ujar Silih Agung.

“Menerapkan strategi branding yang benar dapat menentukan bagaimana pemilih memandang politikus tersebut, serta pada akhirnya menentukan apakah mereka akan memberikan suaranya atau tidak,” imbuhnya.

Dengan lanskap digital yang dinamis, memilih kanal yang tepat sangatlah penting untuk menjangkau audiens yang sesuai. Survei dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan) baru-baru ini menunjukkan bahwa 60,6% generasi Z atau generasi muda yang lahir tahun 1995-2005 mengakses berita politik melalui akun media sosial.

“Di industri media, hanya ada dua hal besar yang menjadi interest pemirsa: hiburan dan politik. Keduanya memerlukan personal branding yang kuat untuk dinilai masyarakat. Anggota DPR harus berangkat dari posisi dan status mereka mewakili siapa, komisi berapa, konstituennya siapa. Selain itu anggota DPR wajib memanfaatkan kanal media sosial untuk personal branding mereka,” ujar Wahyu Wiwoho.

Wahyu juga menambahkan tiga tips untuk melaksanakan kampanye politik yang efektif:

●       Meningkatkan persona pribadi dalam hal branding dan menekankan kekuatan serta keahlian individu. Agar dapat menonjol, strategi branding harus terdengar dan terlihat berbeda.

●       Buat rencana yang jelas terhadap isu yang ingin diangkat. Masyarakat ingin mendengar Anda menawarkan beberapa solusi, bukan hanya sampai memahami persoalan.

●       Rencana dan strategi akan menjadi hal yang berkesan apabila Anda memilih saluran komunikasi yang tepat. Pilih saluran yang digunakan oleh mayoritas audiens Anda. (WAW)

Beda Pendapat Mendagri dan KPU Terkait Pilkada Secara Langsung

$
0
0

JAKARTASATU.COM – Menanggapi heboh wacana penghapusan pemilihan calon kepala daerah (Pilkada) langsung yang dilontarkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik menyampaikan pendapatnya sebagai orang KPU.

Secara tegas, Evi menyatakan pihaknya ingin pemilihan kepala daerah (Pilkada) tetap diselenggarakan secara langsung. “Kita berharap sistem pemilihan langsung ini masih menunggu,” kata Evi kepada media di Hotel Le Meridien, Jakarta, Senin (25/11/2019).

Lebih lanjut, Evi memaparkan tentang bagaimana pun juga, Pilkada langsung punya beberapa keunggulan yang tak bisa dipungkiri. Ia menyebut salah satunya adalah mendekatkan pemilih dengan calon pemimpinnya. Menurutnya keunggulan tersebut belum tentu didapat dari percobaan Pilkada tidak langsung.

Meskipun begitu, sepenuhnya hati-hati Evi tetap pasrah demikian juga pihaknya harus patuh pada undang-undang yang berlaku. Jika undang-undang yang berlaku nanti, Pilkada digelar secara langsung, maka KPU harus melaksanakannya, pun sebaliknya.

“KPU kan pelaksana undang-undang, kita karena melalui UU masih tetap ya kita tentu akan menyiapkan aegala sesuatunya dengan sistem pemilu yang sama, secara langsung,” ujar Evi.

Seperti yang telah disetujui dan ditetapkan pemerintah, Pilkada paling dekat diselenggarakan 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia. 270 wilayah tersebut memuat 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Sementara hari pemungutan suara Pilkada serentak 2020 ini jatuh pada 23 September tahun depan.

Sementara itu, setelah wacana dihembuskannya bergulir semakin besar, saat memberikan sambutan dalam acara penyerahan penghargaan kepada ormas berprestasi di bilangan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (25/11/2019) ke sistem tidak langsung.

“Saya tidak pernah sama sekali pun mengatakan kembali ke DPRD, enggak pernah. Tidak pernah saya katakan pilkada langsung dihilangkan. Tidak, tidak pernah,” ujar Tito.

Sekali lagi Tito memecahkan yang disetujui olehnya adalah evaluasi. Dan Tito menentukan apakah evaluasi bukan berarti kepala daerah dipilih oleh DPRD.

“Ini (evaluasi pilkada) saya sendiri pernah disampaikan, tetapi tidak pernah disampaikan untuk tidak pernah kembali ke DPRD, ini saya klarifikasi,” klarifikasi Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, sejak Senin (18/11) lalu.

Hari ini, seperti yang dilansir kompas dotcom (25/11/2019), yang selama ini diperbaikikan adalah evaluasi atas dampak negatif pelaksanaan pilkada serentak dan langsung. Menurut Tito, evaluasi harus dilakukan dengan kajian akademis asalkan penilaian seperti itu tidak dilakukan Kemendagri.

“Jangan oleh Kemendagri, nanti pembeli subjektif. Tapi oleh akademis dan tim yang kredibel,” lanjut dia. “Apa kira-kira temuannya? Kita enggak tahu. Bisa saja temuannya lebih dari yang diminta masyarakat pada pilkada langsung. (Lalu) Apa tanggapan dari Kemendagri? (Jika kondisinya demikian) Tidak masalah, itu hasil penelitian akademik,” lanjut dia.

Menurut Tito, disetujui pilkada tetap dilaksanakan secara langsung, dia ingin ada solusi konkret untuk mengatasi negatifnya. “Bagaimana mengurangi potensi konflik dan biaya tinggi, misalnya dengan mengganti dengan e-voting. Bagaimana tidak (mencoba mengkaji opsi e-voting),” kata Tito.

Dengan klarifikasi dan penyangkalan Tito atas polemik tentang wacana peniadaan pilkada langsung yang tidak benar ini, maka dapat dipastikan pesta demokrasi untuk masing-masing daerah di Indonesia ini akan tetap dijadwalkan pada tahun-tahun mendatang. ( WAW )

 

Reuni 212 dan Wacana Presiden Seumur Hidup

$
0
0

OLEH Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Untuk apa Reuni 212? Inilah pertanyaan yang seringkali muncul ke publik. Terjadi pro-kontra. Apapun itu, Reuni 212 selama ini berhasil menjadi ajang konsolidasi umat. Dalam konteks ini, peran Habib Rizieq Shihab dan Bachtiar Nasir sebagai motor penggerak umat sangat diperhitungkan.

Konsolidasi dalam acara Reuni 212 dibutuhkan sebagai upaya menjaga spirit umat terutama dalam perannya sebagai oposisi. Di tengah matinya hampir semua pilar demokrasi akibat terlalu kuatnya intervensi negara kepada parpol, pers, kampus dan ormas, hadirnya 212 diperlukan sebagai sparing partner pemerintah. Bagi Jokowi, ini memang cukup merepotkan.

Kehadiran kolompok massa 212 yang terkonsolidasi dengan baik sengaja terus dirawat untuk mengontrol kebijakan pemerintah agar tak sewenang-sewenang. Sewenang-wenang dalam banyak hal, mulai dari ketidakadilan hukum, naiknya harga (listrik, BBM dan BPJS), revisi UU KPK, banjirnya tenaga kerja aseng, impor pangan yang sangat liberal, juga maraknya penistaan agama.

Sudahkah efektif? Belum! Ada masalah strukturisasi isu dan strategi gerakan yang nampak belum digarap secara sistematis. Basis massa yang disatukan dalam spirit ideologis dan ikatan emosi ini belum terkonsolidasi dengan rapi. Terutama dalam mengelola isu, memanfaatkan momentum dan mengatur strategi gerakan. Semua masih tersentral di sosok HRS.

Jika gerakan 212 mampu mendistribusikan kewenangan dan memanfaatkan seluruh potensi SDM yang tersedia, mampu mengelola isu yang baik dan cerdas dalam memainkan strategi gerakan, ini dapat menjadi gelombang kekuatan yang dahsyat.

Saat ini, penguasa terlalu kuat dan hampir semua instrumen oposisi lemah. Media lemah. Dunia kampus lemah. Partai politik dan ormas besar justru memilih menjadi agen bagi pemerintah. Tinggal tersisa PKS. Itupun hanya 50 kursi di DPR. Jauh dari cukup untuk bersuara.

Apa yang menjadi mau penguasa, tak ada yang bisa menghalangi. Hampir semua instrumen demokrasi mengamini. Nyaris tak ada kontrol dan pemberi peringatan. Mahasiswa bicara, sebentar diam. Parpol dan ormas sudah dari dulu jadi kaki-tangan. Pers terpaksa harus menyesuaikan selera penguasa. Para ulama dan agamawan terawasi dengan ketat. Stigma radikal dan pasal teroris merekam khutbah-khutbah para penceramah. Kecuali mereka yang menjadi bagian dan mengabdi pada kekuasaan

Tidak saja demokrasi, hati nurani bangsa ini pun nyaris mati. Data, logika dan dalil-dalil agama sudah berada di tangan intelektual dan agamawan yang menjadi pendukung kekuasaan.

Merasa aman dan semakin kuat, kini muncul wacana untuk melanggengkan kekuasaan itu. Amandemen UUD 45 menjadi pintu legitimasinya. Cara masuknya? Jabatan presiden diperpanjang jadi tiga periode. Satu periode lamanya delapan tahun. Dan kedepan presiden tidak lagi dipilih oleh rakyat, tapi oleh MPR. Ini sangat serius!

Buktinya? Setelah wacana itu muncul, kini giliran partai papan atas dan ormas besar sedang melakukan pengkodisian. Sebagai bagian dari tangan kekuasaan, mereka sedang lobi sana lobi sini. Berupaya untuk menggolkan amandemen UUD 45.

Ini berbahaya. Sangat berbahaya. Jika presiden tiga periode, dan satu periodenya delapan tahun, maka ia akan punya kesempatan untuk berkuasa selama 24 tahun. Ini sama saja berkuasa seumur hidup.

Kalau yang memilih MPR, penguasa akan dengan mudah mengkondisikannya. Kekuasaan memiliki semua instrumen untuk mengendalikan MPR. Otoriter dong? Kalau iya, lu mau ape?

Dengan wacana amandemen UUD 45 ini, presiden berpeluang tak akan tergantikan selama tiga periode. Dan masih mungkin untuk diperpanjang lagi, karena posisi presiden terlalu kuat untuk bisa mengamandemen UUD 45 dan mengontrol semua unsur kenegaraan.

Apa dampaknya? Pertama, partai politik, ormas, LSM, pers, dunia kampus akan kehilangan peran dan tanggung jawabnya sebagai mitra dialog pemerintah. Neo Orde Baru akan lahir kembali di bumi Indonesia.

Kedua, rakyat akan terus menerus dirampok suara dan kepentingannya oleh parpol yang memiliki anggotanya di MPR. Harapan rakyat akan hilang seiring dicabutnya hak untuk memilih pemimpin.

Ketiga, rakyat akan menderita lebih lama lagi jika pemerintah gagal mengelola bangsa ini dengan baik. Apalagi kegagalan itu terjadi di awal periode. Hidup akan terasa sangat sulit bagi rakyat.

Keempat, proses regenerasi akan melambat dan terhambat. Kader-kader terbaik bangsa akan kehilangan kesempatan untuk memimpin dan menahkodai bangsa ini.

Reuni 212 yang akan digelar tiga hari lagi berada di tengah rencana amandemen UUD 45 dan tiga isu fundamental: yaitu jabatan presiden yang akan diperpanjang tiga periode, satu periode menjadi delapan tahun dan presiden dipilih oleh MPR. Jika ketiga isu ini diangkat di atas panggung 212 dan secara konsisten terus menerus disuarakan, maka gemanya akan semakin besar.

Disamping isu pencekalan Habib Rizieq dan isu penistaan agama oleh Sukmawati. Tapi yang jelas, rencana amandemen UUD 45 terkait pemilihan presiden oleh MPR, perpanjangan periodesasi dan masa jabatan presiden ini jauh lebih seksi.

Kalau 212 mengangkat ketiga isu ini, maka dukungan rakyat lintas ormas dan kelompok akan efektif untuk memperbesar bola salju. Isu ini akan besar gemanya karena menyangkut kepentingan nasional. Dengan mengangkat isu ini, 212 berpeluang akan mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan.

Jakarta, 29/11/2019

Viewing all 1104 articles
Browse latest View live